Minggu, 03 November 2019

Pasar Tradisional Muara Kuin

Wawan Setiawan Tirta
Pasar tradisional pada umumnya adalah tempat jual beli di atas tanah. Kita akan menemui macam-macam warung di dalam pasar. Namun, keadaan tersebut berbeda dengan kondisi Pasar Muara Kuin. Pasar Muara Kuin berbeda dan unik karena kegiatan jual beli berada di atas sungai. Kegiatan jual beli menggunakan perahu-perahu kecil sebagai lapaknya. Pasar Muara Kuin disebut juga Pasar Apung. Pasar Apung merupakan pasar tradisional unik yang terdapat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Kota Banjarmasin memiliki kondisi alam yang dilewati banyak sungai. Tak heran jika kota ini dikenal dengan sebutan negeri seribu sungai. Karena kondisi alam tersebut, masyarakat di daerah tersebut menggunakan prasarana transportasi sungai. Mata pencaharian masyarakat tersebut dipengaruhi oleh warisan budaya suku bangsa Banjar, yaitu berdagang. Mereka memanfaatkan kondisi alam berupa sungai untuk berdagang. Mereka membuka lapak di atas perahu di sepanjang sungai dan menjual barang dagangan berupa hasil bumi.
Pasar tradisional pada umumnya adalah tempat jual beli di atas tanah Pasar Tradisional Muara Kuin

Pasar Apung merupakan pasar yang tumbuh secara alami karena posisinya yang berada di pertemuan beberapa anak sungai. Pasar ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu. Sampai sekarang Pasar Apung masih menjadi ikon objek wisata di Kota Banjarmasin. Mungkin hanya satu-satunya pasar tradisional
terapung yang ada di Indonesia.

Danu pertama kali berkunjung di Kota Banjarmasin. Danu ikut ayah dan ibunya berkunjung di Kota Banjarmasin karena saudara ibu Danu memiliki hajatan. Di Kota Banjarmasin Danu bertemu saudara-saudaranya. Saat berkumpul dengan saudara-saudaranya, Danu mengungkapkan keinginannya melihat Pasar Apung.
“Baiklah, Danu. Besok Paman antar kamu berkeliling pasar apung dengan perahu,” kata Paman Rizki.

“Asyik…, aku mau keliling sungai naik perahu, Paman! Ayo, ayah dan ibu ikut serta ya?” kata Danu sambil tersenyum gembira.

Ayah dan ibu tertawa melihat ekspresi Danu.

“Ayolah, Kak. Sekalian ikut! Besok kan hari Minggu, sekarang setiap hari Minggu pagi dari pukul 07.00-10.00 WITA, ada kegiatan program Giat Pasar Terapung. Kegiatan itu diadakan di Siring Sungai Martapura di Jalan P. Tandean,” kata Paman Rizki.

Ayah dan ibu Danu hanya tersenyum mendengar bujuk rayu Paman Rizki. Kemudian, Paman Rizki menjelaskan kepada Danu bahwa masyarakat di Kota Banjarmasin melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa sungai.

Hari Minggu pagi, Danu dan keluarganya pergi untuk menikmati keindahan Pasar Apung yang melegenda. Danu sangat senang saat menaiki perahu kecil. Danu kagum dengan transaksi jual beli yang terjadi di atas perahu.

“Wah, mereka sangat keren,” ungkap Danu.

“Beginilah, Nak. Cara hidup masyarakat di sini. Mereka memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi dan tempat berdagang. Kegiatan ekonomi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu,” kata Paman Rizki.

“Pantas saja pasar ini termasuk jenis pasar terunik.”

“Iya, Danu. Mungkin hanya di sini kamu dapat melihat pasar seperti ini,” ujar Paman Rizki.

“Benar-benar mengasyikkan, Paman,” kata Danu.

“Wah, pisang-pisang yang dijajakan sangat menarik, Danu. Aku jadi ingin membeli pisang dan kelapa itu,” ungkap ibu Danu.

“Ayo, kita dekati penjual itu,” ajak Paman Rizki.

Ibu Danu menanyakan harga pisang dan kelapa kepada penjual. Kemudian, ibu menawar harga yang diberikan penjual. Kelebihan berbelanja di pasar adalah harga bisa ditawar. Ibu Danu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Akhirnya, ibu Danu dan penjual mencapai harga kesepakatan. Ibu Danu memberikan uang kepada pedagang dan ibu Danu menerima pisang serta kelapa.

“Ayo, kita berkeliling lagi, Paman,” ajak Danu.

“Wah, Danu senang ya? Lihatlah Danu. Di Pasar Apung ini, para pedagang menjajakan dagangannya dengan perahu kayu. Perahu kayu itu dikenal dengan jukung,” jelas ayahnya.

“Iya, ayah.”

Kemudian, Danu dan keluarga mengelilingi Pasar Apung. Di Pasar Apung Danu melihat beberapa penjual makanan khas Banjarmasin, seperti soto banjar dan nasi sop banjar. Ada juga beberapa pedagang yang menjual pakaian, kue, dan ikan. Setelah puas berkeliling, Danu dan keluarga kembali ke dermaga penyewaan perahu. Saat pulang, Danu memperhatikan pemandangan sekelilingnya. Di sepanjang sungai Danu menyaksikan pemandangan rumahrumah masyarakat Sungai Barito. Semua rumah masyarakat terbuat dari kayu.

“Ayah, apakah mereka tidak takut tinggal di aliran sungai?” Tanya Danu kepada ayahnya.

“Sudah sejak dari lahir mereka tinggal di sini Danu. Mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam,” kata ayah.

“Apakah rumah-rumah kayu itu tahan dari air sungai, Yah?”

Tiba-tiba Paman Rizki menjawab pertanyaan Danu, “Rumah-rumah di sini tidak mudah rusak walaupun bahan bangunannya terbuat dari kayu, Danu. Kayu yang digunakan untuk membangun rumah masyarakat di sini adalah kayu ulin. Kayu ulin terkenal kuat dan semakin kuat apabila terkena air,” jelas Paman Rizki.

“Berarti kayu ulin banyak terdapat di sini ya, Paman?”

“Iya, Danu. Masyarakat di sini memanfaatkan hasil hutan berupa kayu ulin untuk membangun rumah,” jawab Paman Rizki.

Ayah dan ibu Danu mengajak Danu dan Paman Rizki makan soto banjar. Kemudian, mereka menuju warung yang menjual soto khas banjar. Mereka memesan soto banjar dan beberapa minuman.

“Ayah minum air mineral dan Paman memesan es teh?” Tanya Danu.

“Iya,” jawaban Ayah. Paman Rizki mengangguk sambil tersenyum.

“Kenapa Danu?” Tanya Paman.

“Itu berarti ayah mengonsumsi zat tunggal karena meminum air putih. Sedangkan Paman Rizki mengonsumsi zat campuran karena meminum es teh. Es teh terdiri atas air, teh, dan gula,” jelas Danu.

Hampir bersamaan ibu, ayah, dan Paman Rizki tertawa mendengar penjelasan Danu.

“Sudahlah Danu, mari kita makan dahulu. Jangan lupa berdoa terlebih dahulu, ya?” pesan ibu.

“Silakan menikmati,” ujar Paman Rizki.

“Iya, Bu. Ini pengalaman pertama Danu makan di atas perahu.”

Mereka menikmati soto banjar. Setelah makan, mereka berfoto bersama dengan latar pasar apung. Setelah puas, mereka kembali ke dermaga. Beberapa menit kemudian, Danu dan keluarga sudah sampai di dermaga. Paman membayar sewa jukung. Kemudian, mereka naik ke daratan.
Menurut penjelasan Paman Rizki, seiring dengan perkembangan zaman, Pasar Apung ini menjadi tempat tujuan wisata andalan di Kota Banjarmasin. Objek wisata Pasar Apung ini cukup diminati wisatawan karena letaknya mudah dijangkau. Lokasinya yang berada di dekat Kota Banjarmasin menyebabkan banyak orang menyempatkan diri menikmati keunikan Pasar Apung tersebut.

Danu mendengarkan penjelasan Paman Rizki. Danu menjadi paham bahwa kondisi alam di daerah ini memengaruhi kegiatan ekonomi penduduk. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka memanfaatkan sumber daya alam, berupa sungai untuk sarana transportasi dan tempat berdagang.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Di mana letak Pasar Apung?
Di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

2. Sumber daya alam apa yang dimanfaatkan masyarakat yang tinggal di tepi Sungai Barito?
Sumber daya sungai

3. Apakah yang dimaksud dengan zat tunggal dan zat campuran?
Zat Tunggal
Zat tunggal merupakan zat yang terdiri atas materi sejenis. Contoh benda termasuk dalam zat tunggal adalah air, garam, gula, dan emas 24 karat.

Campuran
Campuran adalah zat yang terdiri atas beberapa jenis materi atau zat tunggal. Campuran dapat dibedakan menjadi campuran homogen dan campuran heterogen.

4. Mengapa es teh disebut sebagai zat campuran?
Karena es teh terdiri dari 3 materi, yaitu teh, air, dan gula

5. Apakah mata pencaharian masyarakat Banjar dipengaruhi kondisi alam di daerah tersebut?
Masyarakat Banjar memanfaatkan sumber daya alam, berupa sungai untuk sarana transportasi dan tempat berdagang.