Pada masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer. Presiden Soekarno mempraktikan sistem ekonomi terpimpin dengan terjun langsung mengatur perekonomian.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi antara lain adalah sebagai berikut;
a. Pembentukan Dewan Perancang Nasional/Depernas
Depernas dibentuk berdasarkan UU Nomor 80 Tahun 1958 & Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1958. Tugas dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan itu. Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota. Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 15 Agustus 1959.
Pada tanggal 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-1969. Rancangan UU itu disetujui oleh MPRS & ditetapkan dalam Tap MPRS Nomor 2 Tahun 1960.
Pada tahun 1963, Depernas diganti namanya menjadi Bappenas/Badan Perancang Pembangunan Nasional. Ketuanya dijabat langsung oleh Presiden Soekarno & tugas badan ini menyusun rencana pembanguan jangka panjang & jangka pendek secara nasional & daerah, mengawasi & menilai pelaksanaan pembangunan, & menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
b. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Pada 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan nilai mata uang) Rp. 1000,00 & Rp. 500,00 menjadi Rp. 100,00 & Rp. 50,00. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp. 25.000,00. Tujuan kebijakan devaluasi & pembekuan simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi kepentingan perbaikan keuangan & perekonomian negara.
c. Deklarasi Ekonomi
Pada 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi/Dekon di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama dari Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis & bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudah untuk memperoleh bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri). Pada September 1963, Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.
Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kondisi ekonomi memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahun terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis. Akibatnya, ekonomi semakin terpuruk. Harga-harga barang-barang naik mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp. 1000,00 (uang lama) diganti dengan Rp. 1 (uang baru). Penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa & masyarakat turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Demikian artikel mengenai perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi antara lain adalah sebagai berikut;
a. Pembentukan Dewan Perancang Nasional/Depernas
Depernas dibentuk berdasarkan UU Nomor 80 Tahun 1958 & Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1958. Tugas dewan ini adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan itu. Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dengan 50 orang anggota. Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 15 Agustus 1959.
Pada tanggal 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-1969. Rancangan UU itu disetujui oleh MPRS & ditetapkan dalam Tap MPRS Nomor 2 Tahun 1960.
Pada tahun 1963, Depernas diganti namanya menjadi Bappenas/Badan Perancang Pembangunan Nasional. Ketuanya dijabat langsung oleh Presiden Soekarno & tugas badan ini menyusun rencana pembanguan jangka panjang & jangka pendek secara nasional & daerah, mengawasi & menilai pelaksanaan pembangunan, & menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
b. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Pada 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan nilai mata uang) Rp. 1000,00 & Rp. 500,00 menjadi Rp. 100,00 & Rp. 50,00. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp. 25.000,00. Tujuan kebijakan devaluasi & pembekuan simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi kepentingan perbaikan keuangan & perekonomian negara.
c. Deklarasi Ekonomi
Pada 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi/Dekon di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama dari Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis & bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudah untuk memperoleh bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi Berdikari (Berdiri di atas kaki sendiri). Pada September 1963, Presiden Soekarno menunda pelaksanaan Dekon dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.
Upaya-upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kondisi ekonomi memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahun terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja adalah pembangunan proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis. Akibatnya, ekonomi semakin terpuruk. Harga-harga barang-barang naik mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp. 1000,00 (uang lama) diganti dengan Rp. 1 (uang baru). Penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa & masyarakat turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Demikian artikel mengenai perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin, semoga bermanfaat bagi kita semua.